Jumat, 08 November 2013

KELOMPOK SOSIAL DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT

KELOMPOK SOSIAL DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT
Diajukan untuk Memenuhi Nilai Diskusi Kelompok
Mata Kuliah : Sosiologi Indonesia






                                    Disusun oleh :
                                    Kelompok       : 2 03PPKPA  Ruang 408
                                    Ketua              : Anih Widianingsih (2012150073)
                                    Sekertaris        : Neneng Zakiah Rosyidah (2012150157)
                                    Moderator       : Indira Rahajeng (2012150160)
                                    Anggota          : Aldi Yuliardi Yusro (2012150200)
                                                             Mikdar Iribaram (2012150245)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
UNIVERSITAS PAMULANG

2013


ABSTRACT

            Social group is the set of human life together , because the relationship between them. The relationship between the other involves a reciprocal relationship of mutual influence and also a sense of helping each other.
            Some sociologists regard the division on the basis of group members group where members know each other (face-to-face groupings), such as family, neighborhood and village, with social groups such as the cities, corporations and the state, in which the members do not have a relationship closely .
            In the society is divided into two kinds of irregular groups that crowd and the Public .

Keyword :  social, life, and community












KATA PENGANTAR

            Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas kelompok ini tepat pada waktunya.
            Adapun judul yang penulis ambil adalah sebagai berikut: “KELOMPOK SOSIAL DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT”.
            Tujuan pembuatan tugas kelompok ini adalah untuk memenuhi nilai diskusi mata kuliah Sosiologi Indonesia pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang
            Dalam penyusunan ini penulis telah mendapat banyak bantuan, dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas kelompok ini. Ucapan terimakasih ini penulis sampaikan kepada :
-        Bapak Suhaya, selaku dosen pengampu mata kuliah Sosiologi Indonesia yang telah memberikan arahan dan bimbingan yang sangat berguna bagi penulis.
-        Orang tua penulis, yang telah memberikan do’a dan dukungan baik moril maupun materiil
-        Teman-teman seperjuangan di kelas 03PPKPA ruang 408 atas support dan kerja samanya.
            Penulis menyimpulkan bahwa Tugas Kelompok ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangannya, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi perbaikan lebih lanjut. Akhir kata, harapan penulis adalah semoga tugas kelompok ini bermanfaat bagi teman-teman mahasiswa.

                                                                                          Pamulang, November 2013

                                                                                                            Penulis


DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................................i
KATA PENGANTAR……………………………...........…………….....………ii
DAFTAR ISI…………………………………......…….………………….…..…iii
BAB I             PENDAHULUAN
1.1               Latar Belakang Masalah………….……………….……1
1.2               Identifikasi Masalah…………….………………………3
1.3               Pembatasan Masalah………….………………….……..4
1.4               Rumusan Masalah………….………………………...…4
1.5               Metode Penulisan…………………………………...…..4
1.6               Sistematika Penulisan….……………………………..…4
1.7               Tujuan Penulisan…...………………………………….…5
1.8               Manfaat Penulisan…..……………………………..…….5
BAB II            KELOMPOK SOSIAL DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT
2.1               PENDEKATAN SOSIOLOGIS TERHADAP KRLOMPOK
KELOMPOK SOSIAL……………………………………8
2.2               TIPE-TIPE KELOMPOK SOSIAL…..…………………..9
2.3 KELOMPOK-KELOMPOK SOSIAL YANG TIDAK TERATUR………………………...……………….…….20

BAB III          PENUTUP
                        3.1 Kesimpulan………………………………………………..….25
3.2 Saran……………………………………………………….…26
                        3.3 Daftar Pustaka……………………………………………….27


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang dan Masalah
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari siswa, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, warga negara, dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Perilaku-perilaku yang dimaksud di atas seperti yang tercantum di dalam penjelasan Undang-Undang tentang sistem Pendidikan Nasional, Pasal 39 ayat 2, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang bersifat persatuan bangsa dalam masyarakat yang beraneka ragam kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan. Perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran, pendapat, atau kepentingan di atas melalui musyawarah dan mufakat serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia. Sebagai suatu mata pelajaran yang ada dalam kurikulum sekolah, PKn memiliki misi yang harus diemban. Di antara misi yang harus diemban adalah sebagai pendidikan dasar untuk mendidik warga negara agar mampu berpikir kritis dan kreatif, mengkritisi, mengembangkan pikiran. Untuk itu siswa perlu memiliki kemampuan belajar tepat, menyatakan dan mengeluarkan pendapat, mengenal dan melakukan telaah terhadap permasalahan yang timbul di lingkungannya agar tercapai perilaku yang diharapkan.
Namun dalam kenyataan di lapangan, banyak ditemukan berbagai kendala dalam proses belajar PKn sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan tidak tercapai dengan baik. Salah satu kendala itu antara lain tidak berani mengungkapkan pendapat. Salah satu sumber kritik yang dilontarkan masyarakat adalah PKn telah digunakan sebagai alat indoktinasi dari suatu sistem kekuasaan untuk kepentingan pemerintahan yang berkuasa. Eksesnya para siswa atau lulusan pendidikan semakin telah dikondisikan untuk tidak berani mengemukakan pendapat dan koreksi terhadap kesalahan penguasa. Nilai dan tindakan kreatif semakin terabaikan karena masyarakat termasuk peserta didik hanya dituntut untuk menjadi penurut dan peminta petunjuk.
Dengan situasi seperti ini guru harus dapat mengambil suatu tindakan guna menyiasati apa yang terjadi di kelas. Guru harus dapat mengubah strategi agar kemampuan siswa dalam mengeluarkan pendapat semakin meningkat.
 Salah satu cara yang dapat ditempuh berkaitan dengan inovasi tugas mengajar guru adalah guru hendaknya mempunyai kemampuan dalam mengembangkan metode mengajarnya. Metode mengajar diartikan sebagai suatu cara atau teknik yang dipakai oleh guru dalam menyajikan bahan ajar kepada siswa untuk mencapai tujuan pengajaran. Khususnya dalam hal ini adalah metode untuk menunjang proses belajar mengajar Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
Pemilihan metode mengajar ini juga perlu diperhatikan karena tidak semua materi dapat diajarkan dengan hanya satu metode mengajar. Guru hendaknya dapat memilih metode mengajar yang dianggap sesuai dengan materi yang hendak diajarkan. Hal ini dimaksudkan agar pengajaran khususnya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dapat berlangsung secara efektif, efisien dan tidak membosankan.
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang diwajibkan untuk kurikulum di jenjang pendidikan dasar, menengah, dan mata kuliah wajib untuk kurikulum pendidikan tinggi, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 37.  Berdasarkan hal tersebut PKn tidak bisa dianggap remeh karena merupakan mata pelajaran yang diwajibkan, sehingga upaya-upaya untuk memperbaiki proses pembelajaran PKn di sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi harus terus ditingkatkan. Kenyataan di lapangan pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) masih dianggap sebagai pelajaran nomor dua atau dianggap sepele oleh sebagian besar siswa. Kenyataan ini semakin diperburuk dengan metode mengajar yang dipakai oleh sebagian besar guru PKn masih memakai metode konvensional atau tradisional. Metode konvensional merupakan metode dimana guru memegang peranan utama dalam menentukan isi dan langkah-langkah dalam menyampaikan materi kepada siswa. Sehingga keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar dan mengajar berkurang dan hanya bergantung pada guru.

1.2         Identifikasi Masalah
-        Apakah pengertian dari kelompok sosial?
-        Faktor apa saja yang menjadi dasar untuk membedakan kelompok-kelompok sosial?
-        Bagaimana hubungan kelompok sosial satu sama lain dalam masyarakat?
-        Bagaimana pengaruh dunia luar pada kehidupan  masyarakat?
1.3         Pembatasan Masalah
   Berdasarkan identifikasi masalah diatas, penulis membatasi ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas adalah menyangkut Faktor apa saja yang menjadi dasar untuk membedakan kelompok-kelompok sosial?

1.4         Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan batasan masalah, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
-        Bagaimana hubungan kelompok sosial satu sama lain dalam masyarakat?
-        Bagaimana pengaruh dunia luar pada kehidupan  masyarakat?

1.5         Metode Penulisan
Metode yang kami gunakan dalam penulisan ini adalah metode pustaka, yakni dengan mengumpulkan data dari pustaka baik berupa buku maupun informasi dari berbagai sumber media massa elektronik yaitu internet.

1.6         Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan sistematika penulisan maka penulis membahas dalam bentuk uraian sebagai berikut :
BAB I                PENDAHULUAN
   Bab ini membahas latar belakang dan masalah, Identifikasi masalah,pembatasan masalah, rumusan masalah, metode penulisan, sistematika penulisan, tujuan penulisan, serta manfaat penulisan.
BAB II              KELOMPOK SOSIAL DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT
BAB III                         PENUTUP
-                     Kesimpulan
-                     Saran
-                     Daftar pustaka

1.7         Tujuan Penulisan
-        Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai penyelesaian tugas diskusi untuk program studi Pendidikan Kewarganegaraan
-        Untuk memenuhi nilai diskusi serta untuk memepelajari dan memahami materi tentang Kelompok Sosial dan Kehidupan Masyarakat.

1.8         Manfaat Penulisan
-        Bagi penulis diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang Kelompok Sosial dan Kehidupan Masyarakat.
-        Bagi ilmu pengetahun berguna sebagai penambah hasil-hasil penulisan yang dapat dijadikan bahan bacaan bagi penulis dan mahasiswa lain dalam mengkaji permasalahan topik serupa.



BAB II
KELOMPOK SOSIAL DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT
            Manusia pada umumnya dilahirkan seorang diri, namun mengapa harus hidup bermasyarakat? Seperti diketahui manusia pertama, Adam telah ditakdirkan untuk hidup bersama dengan manusia lain, yaitu istrinya yang bernama Hawa. Banyak cerita tentang manusia yang hidup menyendiri seperti Robinson Crusoe. Akan tetapi, pengarangnya tak dapat membuat suatu penyesaian tentang hidup seorang diri tadi karena kalau dia mati berarti riwayatnya pun akan habis pula. Apabila kita membaca cerita-cerita dari dunia wayang, tokoh-tokoh seperti Arjuna yang sering bertapa dan menyendiri akhirnya kembali kepada saudara-saudaranya. Betapa dan menyendiri hanyalah untuk sementara dan bersifat temporer.
            Apabila manusia hidup sendirian, misalnya keadaan terkurung didalam sebuah ruangan yang tertutup sehingga dia tidak dapat mendengarkan suara orang lain atau tidak dapat melihat orang lain, maka akan terjadi gangguan dalam perkembangan jiwanya. Naluri manusia untuk selalu hidup dengan orang lain disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut social animal ( hewan social ); hewan yang mempunyai naluri untuk senantiasa hidup bersama.
            Didalam hubungan antara manusia dengan manusia lain, agaknya yang paling penting adalah reaksi yang timbul sebagai akibat hubungan-hubungan tadi. Reaksi  tersebutlah yang menyebabakan tindakan seseorang menjadi bertambah luas misalnya, kalau seseorang menyanyi, dia memerlukan reaksi, entah yang berwujud pujaan atau celaan yang kemudian merupakan dorongan bagi tindakan-tindakan selanjutnya. Didalam memberikan reaksi tersebut, ada suatu kecendrungan manusia untuk memberikan keserasian dengan tindakan-tindakan orang lain. Mengapa? Karena sejak dilahirkan manusia sudah mempunyai dua hasrat atau keinginan pokok, yaitu:
1.      Keinginana untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya (yaitu masyarakat);
2.      Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.

Dinamakan kelompok sosial  di perlukan beberapa persyaratan antara lain:
1.      Adanya kesadaran pada setiap anggota kelompok bahwa dia sebagian dari kelompok yang bersangkutan;
2.      Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota lainnya;
3.      Ada suatu faktor yang dimiliki bersama sehingga hubungan antara mereka bertambah erat, yang dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama dan lain-lain. Tentunya faktor mempunyai musuh bersama misalnya, dapat pula menjadi faktor pengikat/pemersatu;
4.      Berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola prilaku;
5.      Bersistem dan berproses



2.1              PENDEKATAN SOSIOLOGIS TERHADAP KRLOMPOK-KELOMPOK SOSIAL
            Suatu kelompok sosial cenderung untuk tidak menjadi kelompok yang statis,tetapi selalu berkembang serta mengalami perubahan-perubahan, baik dalam aktivitas maupun bentuknya. Kelompok tersebut dapat menambahkan alat-alat perlengkapan untuk dapat melaksanakan fungsi-fungsinya yang baru didalam rangka perubahan-perubahan yang dialaminya, atau bahkan sebaliknya dapat mempersempit ruang lingkupnya.
            Manusia merupakan makhluk yang bersegi jasmaniah (raga) dan rohaniah (jiwa). Segi rohaniah manusia  terdiri dari pikiran dan perasaan. Apabila diserasikan, akan menghasilkan kehendak yang kemudian menjadi sikap tindak. Sikap tidak itulah yang kemudian menjadi landasan gerak segi jasmaniah manusia. Segi rohaniah manusia didalam proses pergaulan hidup dengan sesamanya menghasilkan kepribadian. Proses pembentukan kepribadian dalam diri manusia berlangsung terus sampai dia mati. Proses pembentukan kepribadian seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari dirinya sendiri maupun yang berasal dari lingkungan. Kepribadian mencakup berbagai unsur yang pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan.
            Pola berpikir tertentu yang di anuti seseorang  akan mempengaruhi  sikap. Sikap tersebut merupakan kecenderungan untuk berbuat atau tidak berbuat terhadap manusia, benda atau keadaan. Seseorang yang pola berpikirnya materialistis, misalnya mempunyai sikap tertentu terhadap pekerjaan tertentu. Dia lebih mementingkan pekerjaan yang menghasilkan materi  yang banyak dan kurang meperhatikan kepuasaan batinnya  dalam mengerjakan pekerjaan tersebut. Sikap tersebut lazimnya memebentuk perilaku tertentu, yang kemudian menjadi pola perilaku apabila berlangsung secara sinambung. Sikap matrealistis, umpamanya akan membentuk perilaku matrealistis pula. Kalau pola perilaku tertentu suda melembaga dan membudaya, gejala itu menjadi patokan  perilaku yang pantas  tersebut biasanya di sebut norma atau kaidah. Perangkap kaidah–kaidah tertentu yang terdiri dari kaidah-kaidah kepercayaan, kesusilaan, kesopanan, dan hukum, kemudian menjadi patokan dalam interaksi sosial.
Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan hidup manusia yang bersama, karna adanya hubungan di antara mereka. Hubungan tersebut di antara lain menyangkut hubungan timbal balik  yang saling mempengaruhi  dan juga suatu kesadaran untuk saling menolong.

2.2              TIPE-TIPE KELOMPOK SOSIAL
2.2.1        Klasifikasi Tipe-tipe Kelompok sosial
     Tipe tipe kelompok sosial dapat diklasifikasikan dari beberapa, sudut atau atas dasar berbagai kriteria ukuran. Seorang sosiolog Jerman, Georg Simmel, mengambil ukuran besar kecilnya jumlah anggota kelompok, bagaimana individu mempengaruhi kelompoknya serta interaksi sosial dalam kelompok tersebut. Ukuran lain yang diambil adalah atas dasar derajat interaksi sosial  dalm kelompok sosial tersebut. Beberapa sosiolog memperhatikan pembagian atas dasar kelompok kelompok  dimana anggota anggotanya saling mengenal (face-to face groupings), seperti  keluarga, rukun tetangga dan desa, dengan kelompok kelompok sosial seperti kota-kota, korporasi dan negara, dimana anggota-anggota tidak mempunyai hubungan yang erat.
Ukuran lainya adalah kepentingan dan wilayah suatu komuniti (masyarakat setempat) misalnya, merupakan kelompok kelompok atau kesatuan-kesatuan atas dasar wilayah yang tidak mempunyai kepentingan kepentingan yang khusus/tertentu. Asosiasi  (association) sebagai suatu perbandingan justru dibentuk untuk memenuhi  kepentingan tertentu.
     Berlangsungnya suatu kepentingan merupakan ukuran lain bagi klasifikasi tipe-tipe sosial. Suatu kerumunan misalnya, merupakn kelompok yang  hidupnya  sebentar saja karena kepentingan pun tidak berlanggsung lama. Lain halnya dengan  kelas atau komuniti yang kepetingan-kepetinganya secara relatif secara bersifat tetap  (permanen). Selanjutnya dapat dijumpai pula klasifikasi atas dasar ukuran derajat organisasi. Kelompok kelompok sosial terdiri  dari kelompok kelompok  terorganisasi dengan baik sekali seperti Negara, sampai pada kelompok-kelompok yang hampir terorganisasi  misalnya kerumunan.

2.2.2        Kelompok sosial  Dipandang   Dari  Sudut Individu
     Seorang masyarakat yang masih bersaja susunanya, secara relatif menjadi  anggota pula dari kelompok-kelompok kecil lain secara terbatas. Kelompok sosial termasuk biasanya adalah atas dasar kekerabatan, usia, seks, dan kadang-kadang atas dasar perbedaan pekerjaan atau kedudukan. Keanggotaan masing-masing kelompok sosial  tadi memberikan kedudukan atau prestise tertentu yang sesuai dengan adat istiadat dan lembaga kemasyarakatan didalam masyarakat. Namun, yang penting adalah bahwa anggota pada kelompok sosial (termasuk masyarakat-masyarakat yang masih sederhana) tidak selalu bersifat sukarela.

2.2.3        In – Group  dan Out – group
     Dalam proses sosialisasi (socialization), orang mendapat pengatahuan antara “kami-nya dengan “mereka”-nya. Dan kepentingan suatu kelompok sosial serta sikap-sikap yang mendukung terwujud dalam pembedaan kelompok-kelompok sosial  tersebut yang dibuat oleh individu. Kelompok sosial merupakan tempat dimana individu mengidentifikasikan dirinya sebagai in-group nya. Jelas bahwa apabila suatu kelompok sosial merupakan “in-group” atau tidak bersifat relatif dan tergantung pada situasi-situasi sosial tertentu. Out-group diartikan oleh individu sebagai kelompok yang menjadi lawan in-group nya. Ia sering dikaitkan dengan istilah-istilah “kami atau kita” dan “mereka”, seperti “kita warga RT 001” sedangkan “mereka warga RT 002”, “kami mahasiswa fakultas Hukum” sedangkan :mereka mahasiswa fakultas Ekonomi”, “kami pegawai negri” sedangkan “mereka pedagang”. Sikap-sikap in-group pada umumnya didasarkan pada faktor simpati dan selalu mempunyai perasaan dekat dengan anggota-anggota kelompok.
     In-group dan out-group dapat dijumpai di semua masyarakat, walaupun kepentingan-kepentingannya tidak selalu sama. Dalam masyarakat-masyarakat yang bersahaja mungkin jumlahnya tidak begitu banyak apabila dibandingkan dengan masyarakat yang sudah kompleks, walaupun dalam masyarakat-masyarakat yang sederhana tadi pembedaannya tak begitu tampak dengan jelas. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa setiap kelompok, merupakan in-group bagi anggotanya. Konsep tersebut dapat diterapkan, baik terhadap kelompok-kelompok sosial yang relative kecil sampai yang terbesar selama para anggotanya mengadakan identifikasi dengan kelompoknya.

2.2.4        Kelompok Primer (Primary Group) dan Kelompok Sekunder (Secondary Group)
     Charles Horton Cooley mengemukakan perbedaaan antara kelompok Primer dengan kelompok sekunder yang ditulis dalam Social Organization pada 1909. Kelompok primer dan kelompok sekunder mungkin dapat diterjemahkan dengan istilah “kelompok orimer” dan “kelompok sekunder”.
     Menurut Cooley, kelompok primer adalah kelompok yang ditandai ciri-ciri kenal-mengenal antara anggota-anggotanya serta kerja sama erat yang bersifat pribadi. Sebagai salah satu hasil hubungan yang erat dan bersifat pribadi tadi adalah peleburan individu-individu kepada kelompok-kelompok sehingga tujuan individu menjadi juga tujuan kelompok.
     Secara ideal, hubungan primer dianggap sebagai tujuan atau sebagai suatu nilai ssosial yang harus dicapai. Ini berarti bahwa hubungan tersebut harus bersifat sukarela, dimana pihak-pihak yang bersangkutan benar-benar merasakan adanya suatu kebebasan dalam pelaksanaannya.
     Hubungan primer bersifat pribadi dalam arti bahwa hubungan tersebut melekat kepada kepribadian seseorang dan tak dapat diganti orang lain. Suatu hubungan persahabatan dapat diputuskan atau diperbaharui, tetapi kualitas persahabatn tak dimungkin diganti apabila misalnya A mempunyai hubungan pribadi dengan B, hubungan tersebut hanya mungkin terjadi antara A dengan B, dan tidak mungkin adik A menggantikan A dalam kualitas yang sama.
Oleh karena itu, suatu kelanggengan dalam hubungan yang dimaksud merupakan faktor yang btidak dapat diabaikan itu semua didasarkan pada kesukarelaan dari pihak-pihak yang mengadakan hubungan satu dengan yang lainnya.
     Contoh hubungan sekunker adalah kontrak (jual-beli) pihak-pihak yang mengadakan kontrak saling berhubungan dengan tujuan tertentu. Hubungan boleh dikatakan tidak dengan pribadi-pribadi pihak-pihak yang bersangkutan. segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan  kontrak, antara lain, menyangkut hak serta kewajiban masing-masing pihak. Dalam hal terjadinya perselisihan, penegak norma-norma (hukum) dapat memaksakan berlakunya syarat yang dicantumkan di dalam kontrak itu. Hal-hal yang meyangkut pribadi pihak-pihak tak diperhatikan; para pihak dapat salin membenci, salin menyukai, berbeda agama, berbeda kedudukan sosial, dan lain sebagainya. Tujuan utama hubungan adalah terlaksananya kontrak tersebut.
     Jelas bahwa hubungan-hubungan antarmanusia tak mungkin semata-mata didasarkan atas kontrak semacam di atas. Pasti harus ada rasa kesetiaan dan pengabdian tadi tak mungking timbul dengan sendirinya,tetapi merupakan hasil dari hubungan antarmanusia yang akrab. Oleh karena itu, adanya kelompok primer merupakan syarat mutlak terbentuknya kelompok sekunder. Dalam kelompok primer, individu mengidentifikasikan dirinya dengan orang-orang lain, memperoleh kebebasan, merasakan rasa cinta dan keadilan. Tanpa itu semua, kelompok sekunder seolah-olah merupakan pohon tanpa akar yang sewaktu-waktu dapat tumbang.
     Dapat disimpulkan bahwa syarat-syarat dan sifat-sifat kelompok primer dan kelompok sekunder saling mengisi dan dalam kenyataan tak dapat dipisahkan secara mutlak.
Kelompok primer atau face to face group merupakan kelompok sosial yang paling sederhana,dimana anggotanyasaling mengenal serta ada kerja sama yang erat.contohnya keluarga, kelompok sepermainan dan lain-lain.
Kelompok sekunder adalah kelompok yang terdiri dari banyak orang,yang sifat hubungannya tidak berdasarkan pengenalan secara pribadi dan juga tidak langgeng contohnya hubungan kontrak jual beli.
2.2.5        Paguyuban (gemeinschaft) dan patembayan (gesellschaft)
            Paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama di mana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Kehidupan tersebut dinamakan juga bersifat nyata dan organis, sebagaimana dapat diumpamakan dengan organ tubuh manusia atau hewan. Bentuk paguyuban terutama akan dapat dijumpai di dalam keluarga, kelompok kerabatan, rukun tetangga dan lain sebagainya.
     Sebaliknya, patembayan (gesellschaft) merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek, bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka (imaginary) serta strukturnya bersifat mekanis sebagaimana dapat diumpamakan dengan sebuah mesin. Bentuk gesellschaft terutama terdapat di dalam hubungan perjanjian yang berdasarkan timbal-balik, misalnya ikatan terhadap pedagang, organisasi dalam suatu pabrik atau industri dan lain sebagainya.
Orang menjadi anggota suatu patembayan karena dia mempunyai kepentingan-kepentingan rasional. Dengan demikian , kepentingan-kepentingan individual berada diatas kepentingan hidup bersama
Oleh Tonneis dikatakan bahwa suatu paguyuban (gemeinschaft) mempunyai beberapa cirri pokok, yaitu sebagai berikut
1.      Intimate, yaitu hubungan menyeluruh yang mesra.
2.      Private, yaitu hubungan yang bersifat pribadi, khusus untuk beberapa orang saja.
3.      Exclusive, yaitu hubungan tersebut hanyalah  untuk “kita” saja dan tidak untuk orang-orang lain diluar “kita”
Tiga tipe paguyuban, sebagai berikut :
1.      Paguyuban karena ikatan darah (gemeinschaft by blood), yaitu gemeinschaft atau paguyuban yang merupakan ikatan yang didasarkan pada ikatan darah atau keturunan, contoh: keluarga, kelompok kekerabatan.
2.      Paguyuban karena tempat (gemeinschaft of place), yaitu suatu paguyuban yamng terdiri dari orang-orang yang berdekatan tempat tinggal sehingga dapat saling tolong menolong, contih: rukun tetangga, rukun warga, arisan
3.      Paguyuban karena jiwa –pikiran (gemeinschaft of mind), yang merupakan suatu gemeinschaft yang terdiri dari orang-orang yang walaupun tak mempunyai hubungan ataupun tempat tinggalnya tidak berdekatan, tetapi mereka mempunyai jiwa dan pikiran yang sama, ideology yang sama. Paguyuban semacam ini biasanya ikatannya tidaklah sekuat paguyuban karena darah atau keterunan.
     Buah pikiran Tonnies mengenai bentu-bentuk kehidupan bersama tersebut diatas merupakan bentuk-bentuk yang dicita-citakan oleh manusia atau oleh Max Weber dinamakan Ideal-Typus karena dalam kenyataan sehari-hari, masyarakat selalu memperhatikan bentuk campuran antara paguyuban dan patembayan. Diantara keduanya terdapat bentuk-bentuk campuran yang disebut Burgerliche Gesellscaft, seperti misalnya perseroan terbatas, firma serta badan-badan hukumlainnya.

2.2.6        Formal Group dan Informal Group
          Apabila beberapa orang bekerja, mungkin karena mereka bertujuan untuk mencapai suatu sasaran. Kalau orang-orang tersebut setuju untuk melakukan sesuatu, mereka akan memerlukan organisasi. Mengatur aktivitas memerlukan organisasi yang diberangkatkan pada kepentingan bersama. Hasil-hasilnya adalah umpamanya, mengorganisasikan partai politik, membentuk rumah sakit, menentukan tata cara menjadi dasar suatu perkumpulan olahraga, dan seterusnya. Anggota-anggota menjadi suatu organisasi dan mereka mengharapkan untuk menaati hak dan kewajiban.
          Organisasi biasanya ditegakkan pada landasan mekanisme administratif. Staf administratif bertanggung jawab terhadap pemeliharaan organisasi dan mengoordinasikan kegiatan-kegiatan organisasi. Misalnya, unit kepolisian lalu lintas terdiri dari bagiam yang melakukan kegiatan lapangan (patroli, umpamanya), bagian administratif, bagian logistik, bagian pemeliharaan kendaraan, bagian penyuluhan, dan seterusnya.
           Organisasi seperti itu biasa disebut birokrasi, menurut Max Weber yang mengembangkan teori birokrasi, organisasi-organisasi yang dibentuk menurut cara-cara birokrasi mempunyai ciri sebagai berikut.
a)      Tugas-tugas organisasi didistribusikan dalam beberapa posisi yang merupakan tugas-tugas jabatan.
b)      Posisi-posisi dalam organisasi terdiri dari hierarki struktur wewenang.
c)      Suatu system peraturan menguasai keputusan-keputusan dan pelaksanaan.
d)     Unsur staf yang merupakan penjabat bertugas memelihara organisasi dan khususnya keteraturan komunikasi.
e)      Para pejabat berharap bahwa hubungan dengan bawahan dan pihak lain bersifat orientasi impersonal.
f)       Penyelanggaraan kepegawain didasarkan pada karier. Kepegawaian  ditekankan pada kualifikasi teknios ketimbang factor-faktor politik, kekerabatan, atau hubungan-hubungan pribadi atau koneksi.

2.2.7        Membership Group dan Reference Group
    Membership group merupakan kelompok dimana setiap orang  secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut. Batas-batas yang dipakai untuk menentukan keanggotaan seseorang pada suatu kelompok secara fisik tidak dapat dilakukan secara mutlak.
     Reference group adalah kelompok social yang menjadi acuan bagi seseorang (bukan anggota kelompok) untuk membentuk pribadi dan perilaku lain. Dengan perkataan lain, seorang yang bukan anggota kelempok  social bersangkutan mengidentifikasi dirinya dengan kelompok tadi. Misalnya, seseorang yang ingin sekali menjadi mahasiswa, tetapi gagal memenuhi persyaratan untuk memasuki persyaratan untuk memasuki salah satu perguruan tinggi, bertingkah laku sebagai mahasiswa, walaupun dia bukan mahasiswa.
     Prinsip-prinsip reference group. Robert K. Merton dengan menyebut beberapa hasil karya Harrold H. Kelley Shibutani, dan H. Turner mengemukakan adanya dua tipe umum reference group, yakni:
a.       Tipe normatif (normative type) yang menetukan dasar-dasar bagi kepribadian seseorang
Merupakan sumber nilai bagi individu, baik yang menjadi anggota maupun bukan anggota kelompok. Contohnya adalah anggota angkatan bersenjata yang berpegang teguh pada tradisi yang telah dipelihara oleh para veteran
b.      Tipe perbandingan (comparison type) yang merupakan pegangan bagi individu didalam menilai kepribadiannya.
Lebih dipakai sebagai perbandingan untuk menentukan kedudukan seseorang, misalnya status ekonomi seseorang dibandingkan dengan status ekonomi dari orang-orang yang semasyrakat.

2.2.8        Kelompok Okupasional dan Volunter
     Pada masyarakat seseorang mungkin saja melakukan berbagai  pekerjaan  sekaligus. Artinya didalam masyarakat tersebut belum ada spesialisasi yang  tegas. Akan tetapi, masyarakat tersebut pasti terpengaruh oleh dunia luar. Salah satu akibatnya adalah  bahwa masyarakat itu berkembang menjadi suatu masyarakat yang heterogen. Dalam masyarakat yang heterogen, berkembang sistem pembagian kerja yang semakin didasarkan pada pengkhususan atau spesialisasi. Warga masyarakat melakukan pekerjaan  yang  sesuai dengan bakat dan kemampuan  masing-masing, yang mungkin berbeda dengan  fungsinya  yang   tradisional.
     Dengan berkembangnya komunikasi dalam arti luas secara cepat, praktis tak ada  masyarakat yang tertutup terhadap dunia luar. Salah satu akibatnya adalah bahwa ruang jangkauan suatu masyarakat semakin luas. Meluasnya ruang jangkaun masyarakat mengakibatkan semakin heterogennya masyarakatnya tersebut. Dengan berkembangnya masyarakat, tidak semua kepentingan individual warga masyarakat dapat dipenuhi secara mantap.
     Salah-satu akibat dari terpenuhnya kepentingan kepentingan itu, baik yang bersifat material maupun spiritual, adalah munculnya kelompok kelompok volunter. Kelompok volunter mencakup orang orang yang mempunyai kepentingan sama, namun tidak dapat mendapat perhatian masyarakat yang semakin luas daya jangkaunnya tadi. Dengan demikan, maka kelompok kelompok volunter akan dapat memenuhi kepentingan kepentingan anggotanya secara individual, tanpa mengganggu kepentingan masyarakat secara umum.
     Kelompok kelompok volunter itu mungkin dilandaskan kepada kepentingan kepentingan primer. Kepentingan primer harus dipenuhi, karena manusia harus dapat hidup wajar.
Kepentingan primer mencakup:
1.      Kebutuhan akan sandang pangan dan papan.
2.      Kebutuhan akan keselamatan jiwa dan harta benda.
3.      Kebutuhan akan harga diri.
4.      Kebutuhan untuk dapat mengembangkan potensi diri.
5.      Kebutuhan akan kasih sayang.
            Kepentigan kepentingan sekunder misalnya adalah kebutuhan akan rekreasi. Dengan berbagai ragam landasan itu, timbul aneka macam kelompok volunter, yang mungkin berkembang menjadi kelompok kelompok yang mantap karena diakui oleh masyarakat umum.

2.3              KELOMPOK-KELOMPOK SOSIAL YANG TIDAK TERATUR
2.3.1        Kerumunan (Crowd)
     Ukuran utama adanya kerumunan adalah kehadiran orang orang secara fisik. Paling tidak batas  kerumunan adalah sejauh mata dapat melihat dan selama telinga dapat mendengarkannya. Kerumunan tersebut segera mati setelah orang orangnya bubar. Jadi, kerumunan merupakan suatu kelompok social yang bersifat sementara (Temporer).
     Kerumunan jelas tidak terorganisasi. Ia dapat mempunyai pimpinan,  tetapi tidak mempunyai sistem pembagian kerja maupun sistem pelampiasan sosial. Artinya, interaksi didalamnya bersifat spontan dan tidak terduga, serta orang orang yang hadir dan berkumpul mempunyai kedudukkan social yang sama. Identitas social seseorang biasanya tengggelam apabila orang yang bersangkutan ikut serta dalam suatu kerumunan.
            Untuk membubarka suatu kerumunan,  diperlukan usaha usaha mengalihkan pusat perhatian. Itu dapat dilakukan misalnya dengan mengupayakan agar individu-individu sadar kembali akan kedudukkan dan peranan yang sesungguhnya. Usaha lain yang dapat dilakukan adalah dengan menakuti mereka. Misalnya demonstrasi, kadang-kadang dibubarkan dengan gas air mata atau dengan tembakan senjata api dan lain lain. Seringkali pula diusahakan untuk memecah belahpendapat umum kerumunan tersebut sehingga terjadi pertentangan antara mereka sendiri.
            Sering dikatakan bahwa kerumunan timbul dalam celah-celah organisasi sosial suatu masyarakat. Sifatnya yang sementara tidak memungkinkan terbentuknya tradisi dan kebudayaan yang tersendiri. Alat-alat pegendalian sosial juga tidak dipunyainya karena sifatnya yang spontan. Bahkan norma-norma dalam masyarakat sering membatasi kerumunan. Masyarakat-mayarakat tertentu melarang atau membatasi diadakananya demonstrasi.
Secara garis besar dapat dibedakan antara pertama, kerumunan yang berguna bagi organisasi sosial masyarakat, serta timbul dengan sendirinya tanpa diduga sebelumnya. Kedua, pembedaan antara kerumunan yang dikendalikan oleh keinginan keinginan pribadi. Atas dasar pembedaan pembedaan  tersebut dapat ditarik suatu garis perihal bentuk bentuk umum kerumunan,  yaitu sebagai berikut:
a.       Kerumuna yang berartikulasi dengan struktur social.
1)      Formal Audiences
Khalayak penonton atau pendegar yang formal (formal audiences) merupakan kerumunan kerumunan yang mempunyai pusat perhatian dan persamaan tujuan, tetapi sifatnya pasif. Contohnya adalah penonton film, orang orang yang menghadirikhotbah keagamaan.
2)      Planned Expressive Group
Kelompok ekspresi yang telah direncanakan (planned expressive group) adalah kerumunan yang pusat perhatiannya tak begitu penting, tetapi mempunyai persamaan tujuan yang tersimpul.

b.      Kerumuan yang bersifat sementara (Casual Crowd)
1)      Contoh inconvenient  aggregations  
Kumpulan yang kurang  menyenangkan (inconvenient aggregstions) adalah  orang-orang yang antri karcis, orang-orang yang menungu bis,  dan  sebagainya. Dalam  kerumunan itu   kehadiran  orang-orang lain merupakan halangan   terhadap  tercapainya  maksud  seseorang.
2)      Panic crowds
Kerumunan orang-orang yang sedang dalam keadaan panik (panic crowds),   yaitu orang-orang yang bersama-sama berusaha menyelamatkan diri dari suatu   bahaya. Dorongan dalam diri individu-individu dalam kerumunan tersebut     mempunyai kecenderungan untuk mempertingi rasa panik. 
3)      Sectator Crowds
Kerumunan  penonton (spectator crowds) terjadi karena ingin melihat suatu  kejadian tertentu. Kerumunan semacam ini hampir sama dengan khlayak    penonton, tetapi bedanya adalah bahwa kerumunan penonton tidak di  rencanakan, sedangkan kegiatan-kegiatan juga pada umumnya tak terkendalikan.

c.       Kerumunan yang berlawanan dengan norma-norma hukum (lawless crowds)
1)       Acting Mobs  
Kerumunan yang bertindak emosional (acting mobs) bertujuan untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan mengunakan kekuatan fisik yang berlawanan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. 
Biasanya kumpulan orang-orang tersebut bergerak karena merasakan bahwa hak-hak mereka diinjak-injak atau karena tak adanya keadilan.
2)      immoral  crowds   
Kerumunan yang bersifat moral (immoral crowds) hampir sama dengan kelompok eksresif. Bedanya adalah kerumunan yang bersifat immoral bertentangan dengan norma-norma masyarakat.  Contohnya adalah orang-orang  yang mabuk.

2.3.2        Publik
            Berbeda dengan kerumunan, publik merupakan kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi terjadi secara tidak langgsung melalui alat-alat komunikasi seperti misalnya pembicaraan pribadi yang berantai, desas-desus, surat kabar, radio, televisi, film, dan lain sebagainya.
Untuk memudahkan mengumpulkan publik digunakan cara-cara dengan menggandengkan nilai–nilai sosial atau tradisi masyarakat bersangkutan, atau dengan menyiarkan pemberitaan-pemberitaan, baik yang benar maupun yang palsu sifatnya.



BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan maka kesimpulan yang dapat dipaparkan dalam makalah ini adalah :
1.      Dalam suatu masyarakat terdapat berbagai macam kelompok social yang akan menentukan sikap individu – individu di dalam masyarakat. Kelompok social juga menentukan dimana individu tersebut diletakkan. Dalam satu individu terkadang masuk dalam lebih dari satu kelompok sosial karena setiap individu pasti beriteraksi dengan lingkungannya.
2.    Dalam kehidupan bermasyarakat dan pada dasarnya manusia memilki naluri untuk hidup bergabung dengan orang lain, maka terbentuklah berbagai macam kelompok sosial.
3.  Terdapat 8 tipe-tipe kelompok sosial, yakni Klasifikasi tipe-tipe kelompok sosial, Kelompok Dipandang dari Sudut Individu, In-Group dan Out-Group, Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder, Paguyuban dan Patembayan, Formal Group dan Informal Group, Membership Group dan Reference Group, Kelompok Okupasional dan Volunter.
4.    Terdapat kelompok sosial yang tidak teratur, yakni Kerumunan dan Publik.

                                   
3.2  Saran
3.2.1 Untuk Mahasiswa atau Kelompok
Semoga penulisan makalah ini dapat dijadikan sebagai inspirasi bagi mahasiswa lain dalam pengembangan keilmuan yang berhubungan dengan judul maklah ini guna perbaikan hasil penyusunan makalah dimasa yang akan datang. Dengan menggunakan metode yang lebih bervariatif dan inovatif serta sumber-sumber lain yang lebih relevan.
3.2.2 Untuk Universitas
Semoga adanya perbaikan ksetersediaan buku-buku yang lebih relevan dan kompleks sebagai sarana penunjang dalam penulisan makalah yang berkaitan dengan judul makalah ini. Tulisan ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan bagi komponen universitas yang ingin mengeksplorasi tulisan ini.
3.2.3 Untuk Praktisi
Penyusun berharap tulisan ini dapat dijadikan gambaran bagi praktisi untuk menyediakan infrastruktur, sarana dan prasarana dalam tujuan untuk meningkatkan hubungan kedua lapisan masyarakat yang dibahas dalam tulisan ini.
3.2.4 Bagi Lembaga Pemerintah Kabupaten atau Kota
Sebagai wadah penunjang bagi praktisi atau berfungsi sebagai fasilitator dalam penyediaan komponen yang diperlukan bagi kedua lapisan masyarakat. Pemerataan perhatian dari pemerintah terhadap kedua lapisan masyarakat untuk menghindari kesenjangan dan kecemburuan sosial  yang berakibat disintegrasi dan stabilitas yang terganggu.

3.3       Dafatar Pustaka
MacIver, Robert M. dan Charles H.1957. Society. An Introductory Analysis. Rinehart and Company, Inc : New York.
Bogardus, Emory. S. 1954. Sociology.The Macmillan Co : New York.
Polak, J.B.A.F.1966. sosiologi, Suatu Pengantar Ringkas. Ikhtiar : Jakarta.
Davis, Kingsley.Human Society. 1960. The Macmillan Company : New York.
Roucek dan Warren.1962. Sociology. An Introduction.Littlefield, Adam & Co : New York.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar